Saturday, October 24, 2009

Semarang Low Rider Family (Slowly), Komunitas Pecinta Sepeda Unik

Peduli lingkungan sambil bergaya, prinsip itulah mungkin yang diterapkan para anggota Semarang Low Rider Family (Slowly). Komunitas pencinta sepeda 'vintage' ini mengaku berangkat dari kepedulian mengurangi efek global warming, selain juga tampil keren dengan sepeda low rider yang dimodifikasi.

Slowly yang terbentuk sejak Februari 2008 kini beranggotakan sekitar 50 orang. Komunitas ini terbentuk dari kesamaan minat beberapa orang terhadap benda-benda berbau vintage, khususnya sepeda berkonsep klasik yang dimodifikasi dengan warna modern. Wakil Ketua Slowly Bara Dhika Prasetya kepada Radar Semarang mengatakan pembentukan komunitas tersebut juga didasari keprihatinan terhadap lingkungan yang semakin rusak.

"Efek pemanasan global terus mengancam manusia. Kita ingin ikut peduli dengan memberikan sesuatu dari minat dan hobi kita," paparnya.

Bukan sembarang sepeda yang digemari para anggota. Sepeda unik ini berciri mempunyai rangka pelangi ala tahun 70-an, setang tinggi (ape hanger), suspensi sederhana (springer), dan banana seat alias sadel panjang.

Dhika yang mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) tersebut menuturkan pembentukan klub berawal dari ajang kumpul-kumpul sesama penyuka sepeda low rider. Awalnya, hanya ada 5 orang yang sering kumpul. Padahal pecinta low rider di Semarang cukup banyak.

"Hanya saja mereka tak punya wadah," ungkapnya.

Dari kerapnya nongkrong di beberapa jalan protokol tersebut, banyak yang penasaran. Mereka datang dan ingin tahu lebih banyak, termasuk yang belum punya sepedanya. Lama-lama akhirnya banyak orang yang bergabung.

Yang membuat salut, untuk mempunyai sepeda Low Rider pun tak semudah membalik telapak tangan. Pasalnya, sepeda ceper ini belum diproduksi di Indonesia. Sementara untuk mengimpor langsung dari luar negeri, harganya terbilang cukup mahal yaitu mencapai Rp 7 juta sampai Rp 8 juta.

Namun anak-anak muda ini tak kehilangan akal. Mereka memilih 'membangun' sepedanya sendiri. Caranya dengan membeli rangka sepeda tahun 70-an dan memodifikasinya sendiri. Mereka menggunakan referensi yang dicari di internet.

"Beberapa spare part tetap masih harus diimpor. Namun dengan membangun sendiri jatuhnya lebih irit," ungkap Dhika lagi.

Secara umum hanya butuh dana antara Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta untuk membuat low rider sendiri. Jadilah sepeda-sepeda yang dimiliki para anggota lebih orisinil. Model modif anggota satu dan lainnya juga dijamin tak sama.

Namun ongkos dapat membengkak bila memodifikasi Low Rider model custom. Seperti yang dilakukan Indra, salah seorang anggota Slowly. Tak puas dengan rangka asli, dia menambahkan beberapa plat menjadi seperti body di sepedanya. "Body" tersebut kemudian dibentuk model timbul dan dicat hijau mentereng. "Yang ini habis Rp 5 juta. Padahal dulu rangkanya saya beli di tempat rosokan," ujarnya bangga.

Bagi Indra, ongkos tersebut masih jauh lebih murah dari biaya yang harus dikeluarkannya saat hobi memodifikasi mobil. Kini setelah banting setir menjadi pencinta sepeda, Indra pun mengaku membuatkan pacarnya sepeda Low Rider.

"Sekarang pacarannya sambil naik sepeda. Lebih asyik," ujarnya.

Komunitas ini mudah dijumpai saat nongkrong setiap Jumat malam dan Minggu pagi di Jalan Pahlawan
Semarang. Meski kerap konvoi keliling kota, para anggota Slowly mengaku belum pernah menempuh perjalanan jauh. Sebab, konstruksi sepeda yang unik dikhawatirkan mengganggu kenyamanan berkendara.

"Ini beloknya saja sulit karena setangnya tinggi. Di luar negeri pun, low rider hanya dipakai di sekitar perumahan saja," kata Ari Ardiyan, anggota lainnya.

Sayangnya, sikap pengendara kendaraan bermotor dianggap kurang ramah bagi penggenjot sepeda angin seperti mereka. "Pernah ada anggota yang ditabrak mobil pikap dari belakang sampai sepedanya rusak," tuturnya.

Yang terpenting bagi Ari, mereka sudah melakukan upaya untuk peduli lingkungan. "Ya paling pakainya ke kampus dan yang deket-deket," imbuhnya.

Selain konvoi, kegiatan lain Slowly saat kumpul adalah sharing dan saling mereferensikan toko-toko sepeda tempat membeli sukucadang. "Ini barang kuno, kadang kalau spare part-nya tak ada, sampai harus dikanibal," terangnya. (*/wah)

Radar Semarang, Ricky Fitriyanto

2 comments:

  1. Mas,,tau tempat yg jual Spare Parts Lowrider daerah Semarag Timur gx?

    ReplyDelete
  2. gan kalo pesen frame limo 26" mentahanya aja brapa
    - gak usah di cat
    - tapi keada,an uda siap di cat
    nyampe brapa,an gan
    dan posisi dimana ?
    sy wawan dari semarang 089609410861

    ReplyDelete